Kamis, 23 Oktober 2008

Kritik Drama-2

Perspektif Kritik dan Penafsiran/Interpretasi
serta Evaluasi (Menilai)

• Sejak 1920-an, tugas ilmu sastra pada umumnya sering dianggap sebagai menafsirkan dan menilai (evaluasi) setiap karya sastra.
• Eropa Timur –khususnya, formalisme dan strukturalisme mencurahkan perhatian pada sifat-sifat umum sastra. Eropa Barat –kemudian Amerika Serikat menekuni analisa, tafsiran dan evaluasi setiap karya sastra. Pendekatan ini di sebut ergosentrik, sering pula di sebut criticism. Data biografik dan historik dikesampingkan.
• Kemudian muncullah aliran New Criticism dan Nouvelle Critique, serta beberapa kelompok dalam majalah Merlyn (Belanda). Di Indonesia, era 1980-an muncul kelompok Sawo Manila (Univ. Nasional Jakarta), Forum Indonesia Kecil, dll.
• New Criticism (1930-an-1950-an): (1) semula melawan pendekatan sastra historik dan biografik serta kritik impresionistik; (2) menuduh ilmu pengetahuan dan teknologi menghilangkan nilai kemanusiaan; (3) Tugas kritik adalah "memperlihatkan dan memelihara pengetahuan yang khas, unik, dan lengkap seperti yang ditawarkan kepada kita dalam sastra agung"; (4) analisa susunan dan organisasi sebuah karya sastra sangat penting untuk mengetahui makna/arti yang terkandung dalam karya tersebut; (5) gemar meneliti puisi –juga drama, para penyair dan dramawan dari berbagai zaman yang di susun secara paradoksal –atau ironi, itulah karya yang baik, namun menimbulkan kekurangan jelasan dan kekurangan tajaman dalam memandang aspek lain dalam sastra.
• Majalah Merlyn (nama seorang resi dari legenda Raja Arthur), terbit 1962-1966: (1) menafsirkan puisi dan novel Belanda secara ergosentrik –otonomi karya sastra; (2) yang penting situasi membaca, bukan menulis (efek sebuah karya sastra ditentukan oleh apa yang dapat diperbuat seorang pembaca dengan teks itu); (3) sasaran seorang kritikus adalah analisa kesasteraan, analisa struktural: "cara yang unik segala aspek bentuk dan isi kait-mengkait"
• Nouvelle Critique (Prancis 1960-an): (1) memperhatikan struktur-struktur, juga menamakan diri mereka strukturalistik; (2) membenci kritik sastra dan penulisan sejarah sastra seperti yang diajarkan di universitas-universitas, karena hanya "membuat ikhtisar-ikhtisar kemudian melakukan penilaian" (Roland Barthes); (3) sebuah karya sastra dapat ditafsirkan secara tuntas dan arti yang sesungguhnya dapat diungkapkan; (4) seorang kritikus merupakan "subjek" yang menambah nilai-nilainya sendiri sambil membaca karya sastra tertentu (Roland Barthes); (5) sebuah karya sastra bersifat ambigu, terbuka bagi penafsiran kedua dan berikutnya (connotations); (6) berjasa karena mereka telah menelanjangi subjektivitas seorang kritikus, mereka memperlihatkan bahwa sebuah penafsiran juga tergantung pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengenai teks yang bersangkutan.
• Poststrukturalisme atau Dekonstruksi, sekelompok kritikus di Universitas Yale (dari teks ke pembaca/ mendekonstruksi teks dan merekonstruksi teks baru): (1) menolak teks mencerminkan kenyataan, tapi teks membangun kenyataan; (2) seorang kritikus tak dapat secara polos menentukan arti sebuah teks. Sebuah teks merupakan tenunan yang tersusun dari berbagai utas benang. Seorang kritikus tidak menunjukkan jalan keluar, tapi mengantarkan kita ke dalam perut bumi, sehingga kita tidak tahu lagi jalan keluarnya; (3) kritik sastra merupakan sebuah mata rantai dalam suatu rantai yang tak ada ujungnya; (4) gaya metafora yang dipakai kaum dekonstruksionisme dapat memencilkan kritik sastra ini.
• Resepsi (penerimaan): reaksi pihak pembaca terhadap sebuah teks –baik langsung maupun tak langsung. Penafsiran (interpretasi) bentuk khusus mengenai laporan penerimaan.
• 6 Jenis interpretasi: (1) bertolak dari pendapat bahwa teks itu sendiri sudah jelas; (2) berusaha menyusun kembali arti historik; (3) Hermeneutik memadukan masa silam dan masa kini (Gadamer); (4) bertolak pada pandangan sendiri tentang sastra secara sadar (Marxis dan Feminis); (5) bertolak pada suatu problematik tertentu, misalnya, psikologi maupun sosiologi; (6) hanya menunjukkan kemungkinan-kemungkinan yang tercantum, sehingga pembaca sendiri dapat menafsikan (estetik-reseptif).
• Tugas paling penting dalam menengahi antara pengarang dan masyarakatnya terletak pada bagian kritik yang bersifat mewakili penengah yang profesional. Dia menyarankan penerima kesan artistik dengan apa yang merupakan dugaan, wewenang yang tidak mutlak tentang criteria, dan kualitas yang sangat berarti dimana dia mendekati objek pengalamannya.
• Agar supaya penggunaan kritik seni itu menjadikan seseorang haus akan pengetahuan sebagaimana muncul dalam pemikiran Baudelaire, yang menjabarkan tujuan mengamati pertunjukan Tannhauser dengan istilah berikut, “Kesukaan (volupte) saya yang sangat besar dan yang amat menakutkan bahwa saya dengan jelas menentukan alasan-alasan tentang suatu hal dan untuk memindahkan kesukaan saya ke dalam ilmu pengetahuan”. Arti dari pernyataan ini jelas bahwa ketika dia menyelesaikan rencananya, dia ingin untuk mengetahui lebih banyak bukan tentang karya seni tetapi tentang dirinya sendiri. Dan dia mengetahui lebih banyak tentang dirinya setelah dia memahami seniman dan karya terbaik yang ditampilkan senimannya.
• Kritik selalu tak lebih berarti daripada membuat orang sadar dan merumuskan perasaan, pikiran, dan gagasan yang kelihatan cepat berlalu pada penerima melalui pengalaman artistik dan yang tetap tak terucapkan dengan kata-kata.
• Tetapi analisa kritik sesungguhnya hanya memasuki unsur kenyataannya ketika kritik mulai untuk memperbaiki kedangkalan, kekaburan dan pemahaman yang tidak memadai dari suatu karya.
• Fungsi kritik disini dilakukan lebih sebagai upaya untuk memperbaiki interpretasi penciptaan artistik –yang menembus latar belakang ideologis dan masalah yang menentukan kehidupan—ketimbang dalam menyusun nilai penghakiman yang tepat dalam kualitas artistik mereka.
• Dalam abad ini, ketika banyak karya-karya seni yang terpenting, sangat kesulitan dan banyak yang salah dimengerti, interpretasi mereka semua lebih berkuasa ketika interpretasi informatif mencakup penilaian yang pantas; penilaian itu sendiri dengan lain perkataan hampir tanpa isi yang berarti. Kritikus seperti Winckelmann, Diderot, Lessing, Friedrich Schlegel, Coleridge, Matthew Arnold, Baudelaire, dan Paul Valery, merupakan orang yang pertamakali dan terkemuka, dan memposisikan dirinya bukan sebagai hakim seni, berlatar-kecenderungan dan menjadi bagian dalam membuka gerakan zaman baru di zaman mereka yang barangkali telah menjelaskan ketidaktahuan dan ketidakpahaman.
Ringkasan
• Kritik harus menjadi moderat atau tidak memihak
• Kritik Drama mampu merangsang pembaca drama maupun penonton teater untuk lebih memahami dirinya beserta karya drama yang dibaca dan karya teater yang disaksikannya, dan bukan justru melakukan penghakiman terhadap karya drama tersebut

Topik Diskusi
1. Bagaimana pendapat anda perbedaan pandangan kritik dari kalangan New Criticism, Merlyn, dan Nouvelle Critique?
2. Bila anda membaca sebuah karya drama, apakah yang menjadi ketertarikan anda pertamakali? Mengapa anda tertarik dengan hal itu?
3. Lakukanlah identifikasi terhadap ketertarikan anda terhadap suatu karya drama

Tidak ada komentar: