Rabu, 29 Oktober 2008

DRAMATURGI I

Teori Tragedi dan Komedi


Teori Tragedi
Dari Yunani klasik hingga sekarang ini, masih terus dilakukan pencarian pengertian tragedi. Satu pengertian yang paling awal dan sangat berpengaruh adalah yang ditemukan dalam Poetics Aristoteles (kira-kira 335 Sebelum Masehi/SM)
Tragedi, merupakan peniruan perilaku yang serius, lengkap, dan dari jarak tertentu; dalam hiasan bahasa dengan berbagai jenis hiasan artistik, beberapa jenis ditemukan dalam bagian drama yang terpisah; dalam bentuk perilaku, bukan cerita; melalui efek rasa kasihan dan ketakutan tempat penyucian emosi yang tepat.
Di samping itu, tidak ada konsensus ilmiah dalam memaknai pengertian Aristoteles, penggambaran tragedi Yunani klasiknya memberikan pengetahuan yang mendalam ke dalam genre. Aristoteles membagi pahlawan laki-laki dan pahlawan wanita yang tragis sebagai salah satu kelahiran keturunan ningrat, orang yang tidak semuanya baik dan tidak juga buruk tetapi nasib tokoh utama yang menderita di masa depan (peripeteia) karena cacat tragis dalam karakter (hamartia). Pahlawan laki-laki atau wanita harus belajar dari kehancuran ini. Aristoteles menunjukkan, bahwa tragedi klasik dipusatkan dalam tindakan seorang tokoh utama. Dia telah menyalahi penilaian sebelumnya sebagai keaharusan kesatuan waktu, tempat, dan tindakan; tetapi dia hanya memiliki pengamatan tragedi klasik ”berusaha keras, sejauh mungkin, untuk membatasi tragedi klasik itu sendiri hingga revolusi tunggal matahari, atau kalau tidak karena melebihi sedikit batas ini” dan memiliki tindakan tunggal. Dia tidak pernah menyebutkan kesatuan tempat.
Horace, orang yang menulis Seni Puisi (Art of Poetry) (24-20 SM) hanya melengkapi bagian teori dramatik dari periode Romawi, menentukan aturan tragedi. Dia menekankan konsistensi dalam perwatakan dan dengan mengenyampingkan pembebasan yang bersifat gembira. Bagi Horace, fungsi tragedi adalah untuk mengajar (to teach). Dia juga menetapkan struktur lima-tindakan.
Kritukus Renaissan Italia membagi kriteria untuk tragedi yang diperdebatkan untuk abad ini. Di antara kritikus itu adalah Julius Caesar Scalinger (1484-1558) dan Lodovico Castelvetto (1505-1571). Bagi ke dua orang ini, tragedi memperlakukan individu dari keturunan bangsawan. Campuran genre dilarang. Kesatuan waktu (dua puluh empat jam), tempat, dan tindakan tak dapat diganggu-gugat. Mereka mengindikasikan bahwa penulis drama tragis, akan berusaha keras mengilusikan kenyataan (kemungkinan). Tragedi menjadi bersifat mendidik (didactic).
Dalam era Elizabethan Inggris, Sir Philip Sidney (1554-1586) dalam The Defense of Poesy (1583), mendukung cita-cita neoklasik Italia. Di Spanyol, Lope de Vega mempertahankan pembongkarannya terhadap aturan tragedi neoklasik dalam esainya Seni Menulis Drama Baru (The New Art of Writing Plays) (1609).
Selama abad delapan belas, terdapat gerakan yang jauh dari kesetiaan keras terhadap cita-cita orang Italia. Preface to Shakespeare (1765) karya Dr. Samuel Johnson membela gaya tragis Shakespeare. Gotthold Ephraim Lessing, dalam Dramaturgi Hamburg (Hamburg Dramaturgy), berpendapat bahwa kritik neoklasik memiliki kesalahan penilaian terhadap Aristoteles. Dia juga menyebutkan penerimaan kritis tragedi domestik, yang memperlakukan klas sosial bawah. Pada akhir abad delapan belas dan awal abad sembilan belas, tokoh romantik Jerman, bernama Johann Wolfgang von Goethe dan Friedrich von Schiller, mulai menulis tragedi yang mengikuti Shakespeare ketimbang Yunani.
Sepanjang abad sembilan belas, para filsuf berusaha membatasi hubungan tragedi dengan kehidupan masa kini. Samuel Taylor Coleridge, seperti banyak tokoh romantik, menekankan kebutuhan tragedi pada keberadaan keduniawian yang lebih penting. Sebelumnya, tokoh naturalis semacam Emile Zola (1840-1902) berpendapat, bahwa tragedi cermin kehidupan sehari-hari. Essai Freidrich Nietzsche berjudul Kelahiran Tragedi (The Birth of Tragedy) (1871) mungkin merupakan essai yang sangat penting abad ini. Menurut Nietzsche, filsuf Jerman, ”tragedi lahir dari peleburan manusia Dionisiac dan Apollo, primitif dan rasional”.
Sepanjang abad dua puluh, para penulis menjelajahi bersama-sama tentang ritual dan praktek teaterikal masa lalu dalam teori tragedi Yunani dan Elizabethan. Pendapat terbaru dari seluruh asusmsi tragis mengesankan alasan yang sangat komprehensif untuk refleksi yang salah urus dalam drama ini ketimbang faktor tunggal semacam cacat tragis (tragic flaw).
Sebagaimana tragedi pada saat ini, abad dua puluh memperlihatkan kemacetan pengertian dan perbedaan generik. Arthur Miller, dalam esainya ”Tragedi dan Pikiran Manusia”, berpendapat bahwa pikiran manusia adalah subjek tragedi yang tepat dalam pikiran tertinggi seperti Raja”, karena ”perasaan tragis dibangkitkan ... ketika kita berada dalam watak yang siap untuk mengorbankan kehidupannya ... untuk mengamankan ... pikiran martabat pribadinya. Francis Ferguson, dalam The Idea of Theatre (1949), berpendapat bahwa tragedi pahlawan yang melakukan tujuan, hal ini, sebuah tujuan yang mungkin menuju penghancurannya; bahwa tujuan dibawa dengan keinginan besar (passion); dan bahwa hasil pencarian dalam persepsi tindakan tragis. Kekecewaan dengan pengertian genre direfleksikan dalam karya Georg Steiner berjudul Kematian Tragedi (The Death of Tragedy) (1961). Demikian pula, penulis drama Swiss Friedrich Duerrenmant (The Visit, 1956) telah mengesankan bahwa tragedi mungkin tidak terlalu berbeda dengan ”PertunjukanTinju dan Judo abad kita”.

Teori Komedi
Jika tragedi ternyata sulit untuk ditegaskan, komedi kelihatan juga sangat problematik bagi ahli teori. Pada abad ke tujuhbelas, kebingungan Dr. Samuel Johnson membawanya pada penjelasan bahwa ”komedi impropitious tertentu bagi pendefenisi”.
Poetics Aristoteles (kira-kira 335 SM) sangat sedikit berisi acuan terhadap genre lighter. Mengikuti paham filsuf Yunani Klasik, ”komedi adalah peniruan artistik manusia dari kecenderungan moral inferior, cacat moral, bagaimanapun juga, tidak dalam semua pandangan, tetapi lebih jauh hanya sebagai kelemahan mereka yang menggelikan. Dalam komedi, dia mencatat, sebab kelemahan perasaan sakit atau kerugian yang tidak nyata.
Kritikus Renaissance meletakkan sangat kaku dan pendekatan akademik dalam usaha mereka untuk mendefenisikan komedi. Bagi kritikus ini, komedi memperlakukan persoalan kesukaan membuang waktu. Tetapi, yang terpenting, mereka mengesankan bahwa genre komik memperlakukan dengan karakter strata sosial yang rendah. Lalu, klas menjadi faktor kunci mendefenisikan genre. Penggunaan klas untuk mendefenisikan komedi merupakan kemungkinan diambil dari tipe karakter orang yang menjelajahi ”komedi baru” Yunani yang sama baiknya dengan desakan Horace bahwa setiap genre secara konsisten menjelajahi karakter. Kritukus Roma menekankan bahwa karakter tragis harus menjadi bangsawan dan karakter komik adalah orang yang tolol.
Komedi watak, di bangun keluar dari commedia dell’arte Renaissance, dan komedi perilaku terkenal pada abad tujuhbelas dan delapan belas. Penulis naskah Perancis Moliere meyakini, bahwa penontonnya dapat belajar dari dramatisasi yang menertawakan gaya umum. Penulis naskah era Restorasi Inggris terutama memfokuskan dalam seksualitas yang lucu dan keinginan sosial; sebab itu John Dryden menegaskan bahwa komedi dapat menggambarkan keanehan perwatakan. William Congreve, pengarang The Way of the World (1700), juga menganut teori komedi ini.
Pada abad sembilanbelas, fungsi sosial komedi disepakati ahli teori. Kritikus Inggris George Meredith, dalam An Essay on Comedy (sebuah esai tentang komedi) (1877), menegaskan untuk mengoreksi fungsi komedi. Komedi, dia beralasan, adalah ”sumber pikiran suara” (fountain of sound sense) dan ”pokok peradaban” (ultimate of civilizer). Kritukus Perancis Henri Bergson, dalam Laughter (Orang yang Tertawa) (1900), memandang dasar komedi sebagai “sesuatu yang bertatahkan mekanis tentang kehidupan”. Bergson juga melihat nilai pribadi dan sosial dalam komedi: ”Sebagaimana kejadian yang sangat populer”, dia menulis ”seni yang lucu membebaskan kita dari bahaya tanpa menghancurkan gagasan utama kita dan tanpa mengerahkan pasukan yang besar.

Ringkasan
Meskipun banyak pendapat tentang tragedi dan komedi, secara sederhana Tragedi dapat dipandang sebagai peristiwa yang menyedihkan, di mana akhir cerita berakhir dengan kekalahan maupun kesedihan bagi tokoh utama.
Sedangkan Komedi justru sebaliknya, merupakan peristiwa yang lucu dan gembira, di mana tokoh utama mendapatkan kemenangan.

Topik Diskusi
1.Bacalah sejumlah drama Tragedi dan komedi. Bagaimana pendapat anda tentang kekuatan dari tragedi dan komedi drama-drama tersebut
2.Bagaimana pendapat anda tentang perbedaan Tragedi dengan drama sedih, dan komedi dengan lawak
3.Bagaimana pendapat anda tentang drama tragedi dan komedi di Indonesia maupun di daerah tempat anda tinggal


Bersambung ke Pertemuan 4

DRAMATURGI I

Genre Drama

Dua genre yang utama sejak masa Yunani adalah tragedi dan komedi. Disamping itu terdapat pula genre-genre melodrama, farce, tragikomedi, komedi gelap, sejarah, dokumenter, dan musikal yang sekarang keihatan menjadi genre utama dalam drama modern.1 Adapun pengertian dari genre-genre tersebut adalah:
a)Tragedi
Tragedi dikategorikan dalam drama serius dengan topik yang bermakna kemanusiaan universal sebagai temanya, yang mana tokoh utama atau tokoh melawan penderitaan, mundur dan selalu mati. Secara tradisional, tragedi melibatkan keruntuhan atau kehancuran tokoh yang statusnya tinggi. Tragedi menimbulkan rasa kasihan dan teror terhadap penonton, dan merespon pemecahan dalam apa yang dijelaskan Aristoteles tentang Catarsis, atau ”pembersihan jiwa”. (untuk teori tragedi, lebih lanjut lihat lampiran). Adapun contoh-contoh drama tragedi antara lain dalam drama Trilogi karya dramawan Yunani Sophocles, yakni Oidipus Sang Raja, Oidipus di Kolonus dan Antigone. Begitu pula lakon King Lear karya dramawan Inggris William Shakespeare.
b)Komedi
Komedi merupakan drama humor dengan sebuah tema penting, yang mana tokoh atau watak mempertentangkan diri mereka sendiri dan yang lain dengan akhir yang menimbulkan kelucuan. Komedi dapat menjadi kuat, bergairah, bernuansa remeh dan bergerak, tetapi organisasi pengalaman dramatiknya sama sekali menopang rasa kasihan atau teror dan mendatangkan tawa terbahak-bahak. (untuk teori komedi dan berbagai perbedaannya, lebih lanjut lihat lampiran).
Contoh drama komedi, diantaranya adalah Pinangan karya Anton Chekov.
c)Melodrama
Melodrama merupakan drama serius dengan tema yang sepele. Tokoh protagonis dalam bentuk populer yang menyenangkan dan menghibur ketimbang heroik, bajingan atau penjahat yang tidak kompromi dan sangat tidak menyenangkan. Melodrama menghadirkan pertentangan yang sederhana atau simple dan terbatas antara baik dan buruk ketimbang penggambaran maupun penjelasan yang lengkap terhadap penderitaan dan aspirasi kemanusiaan yang universal. Drama dalam genre ini jarang menopang akhir yang tidak menyenangkan, jarang berhubungan dengan katarsis, dan bertipe akhir dengan kekosongan pikiran, tetapi pertunjukannya suatu kemenangan yang menawan hati dari ”orang yang baik”.
d)Farce
Drama humor --dan ini lebih luas kehumorannya-- dalam tema yang sepele, biasanya seseorang yang sepenuhnya familiar terhadap penonton. Kekeliruan identitas, percintaan yang ditabukan atau cinta gelap, kesalahpahaman yang bertele-tele --ini merupakan cap yang berikan pada farce. Anak kembar satu telur, bercinta dalam WC atau di bawah meja, kejar mengejar di seantero panggung, tukar menukar minuman, tukar menukar pakaian (kadang-kadang laki-laki memakai pakaian wanita atau wanita berpakaian laki-laki), instruksi yang salah dengar, dan beragam adegan membuka pakaian, penemuan, bentuk yang dapat tahan lama secara kekal dan sejak zaman dulu kala.
e)Tragikomedi
Sebuah nama yang menunjukkan, bentuk yang mencoba untuk menjembatani tragedi dan komedi. Ini menegakkan tema serius secara keseluruhan tetapi bermacam-macam pendekatan dari serius hingga humor, dan dengan penyimpulan tanpa katarsis yang berat sekali yang mana penontonnya dibawa untuk menduga-duga. Ini juga dapat dikatakan “tragedi yang berakhir dengan kegembiraan”.

f)Komedi Gelap
Sama dalam tema dan pendekatan terhadap tragikomedi, tetapi dengan akibat pada bagian depan: “Komedi yang berakhir secara tragis”, yang kadang-kadang pengertian yang sangat tepat dari usaha yang sangat modern untuk menggabungkan komedi dan tragedi.
g)Historis
Lebih jauh dilatarbelakangi oleh William Shakespeare, meskipun sedikit drama yang tepat berkategori ini yang ditulis sebelumnya. Drama dalam genre ini menyuguhkan peristiwa sejarah dengan cara yang sangat serius dan terhormat. Drama sejarah Shakespeare terutama dipusatkan pada sejarah Inggris (kira-kira) tahun 1377 hingga 1547, dan secara khusus dengan kehidupan dan perjuangan raja-raja Inggris seperti Richard II, Henry IV, Henry V, Henry VI, Richard III, dan Henry VIII. Drama serius ini didasarkan pada banyak seluk beluk humor, tetapi tidak mencapai katarsis tragedi klasik atau mengesampingkan humor komedi.
(h) Dokumenter
Merupakan sebuah genre yang masih dalam pengembang-an, yang mana banyak penemuan otentik yang secara relatif digunakan sebagai dasar untuk menggambarkan peristiwa sejarah yang baru saja terjadi. Catatan pemeriksaan pengadilan, laporan berita dan gambar, rekaman orang-orang dan pegawai yang di susun sebagai dokumentasi yang membawa kehidupan suatu persoalan khusus dan sudut pandang. Pemeriksaan pengadilan yang terkenal --yakni J. Robert Oppenheimer, John C. Scopes, Adolph Eichmann, gang ”Zoot Suit”, Leopold dan Loeb, skandal Watergate maupun skandal sex Bill Clinton-Lewinsky, skandal Bank Bali, Johny Indo, Marsinah, sebagai contoh-- merupakan sumber material untuk dramatisasi dokumenter.
(i) Musikal
Genre yang dibagi oleh kepercayaan yang luas dalam musik, khususnya dalam nyanyian. Musikal biasanya digabungkan dengan genre lain untuk menciptakan komedi musikal (yakni, komedi dengan nyanyian, semacam Guys and Dolls), dokumentasi musikal (semacam Oh, What A Lovely War!, yang diinspirasikan oleh kejadian Perang Dunia I), atau sejarah musikal. Sebuah latar tragedi untuk disebut opera besar; farce musikal secara umum di sebut opera terang atau operatta.

DRAMATURGI
Ilmu yang Mempelajari Hukum-hukum Drama

Unsur Dramaturgi
Tema: Inti atau pokok dalam suatu drama atau lakon
Alur/Plot: Kerangka penceritaan yang mengubah jalannya cerita
Karakter/Penokohan: Watak suatu tokoh cerita
Latar/Setting: Tempat terjadinya peristiwa
Pada saat sekarang ini timbul keraguan, apakah dramaturgi masih penting dalam dunia seni pertunjukan, khususnya dalam memahami dunia drama. Pertanyaan ini muncul seiring dengan lahirnya kreativitas-kreativitas atau temuan-temuan baru manusia, yang menunjukkan betapa dramaturgi itu harus dipandang dengan cara yang lain. Cara lain tersebut adalah menempatkan dramaturgi itu sejalan dengan perkembangan kreativitas manusia, dan berangkat dari perkembangan yang tumbuh dalam semua kesenian, khususnya dalam seni pertunjukan. Hal ini penting artinya, karena dramaturgi sebagai sebuah disiplin ilmu harus mampu menjawab berbagai persoalan yang muncul bersamaan dengan perubahan paradigma yang terjadi, dan agar dramaturgi benar-benar menjadi disiplin yang multidisipliner.
Pada dekade sembilan puluhan, dramaturgi di Indonesia mulai mendapatkan perhatian khusus. Hal ini berangkat dari situasi perkembangan dunia pendidikan seni yang semakin meningkat. Untuk itu dibutuhkan seorang ahli dalam seni pertunjukan yang kemudian disebut “Dramaturg”, guna membandingkannya dengan ahli seni rupa yang menyeleksi karya-karya terbaik dalam seni rupa, yakni seorang “kurator”.
Dramaturg profesional pertama menurut Kenneth Macgowan dan William Melnitz adalah dramawan dan kritikus drama Jerman, Gotthold Ephraim Lessing. Lessing menulis 104 karya kritik yang dikemudian dikumpulkan dalam sebuah buku, Die Hamburgische Dramaturgie2. Peran seorang dramaturg professional ini sangat penting artinya dalam melakukan berbagai telaah serta menemukan kaidah yang dimiliki oleh sebuah karya seni pertunjukan, dan bukan semata-mata karya drama.
Selain di Indonesia, di beberapa negara Eropa dan Amerika, keberadaan dramaturgi ini juga mendapatkan perhatian khusus. Bahkan, terdapat sebuah situs internet yang memberikan informasi tentang perkembangan mutakhir dalam dramaturgi, yakni www.dramaturgy.net. Siapapun dapat mengakses situs ini untuk mendapatkan informasi, baik berupa buku, jurnal maupun dialog yang berkaitan dengan dramaturgi, termasuk pelayanan untuk mengadakan semacam pelatihan. Sumber-sumber dramaturgi yang tersebar luas itu, di Indonesia masih sangat terbatas penggunaannya. Sumber dalam bentuk buku berbahasa Indonesia dan ditulis pula oleh orang Indonesia, hanya dijumpai pada buku RMA Harymawan yang berjudul Dramaturgi. Beberapa buku yang lain tidak lebih dari sepuluh judul buku yang berbicara tentang dunia drama dan berbagai upaya mempersiapkan pertunjukan teater. Kesemuanya itu perlu direvisi kembali, karena beberapa bagian diantaranya sudah tidak berlaku lagi, atau telah mengalami pergeseran pemahaman yang signifikan.
Ketertarikan terhadap dramaturgi juga terjadi pada dunia ilmu sosial. Seorang sosiolog Amerika, Erving Goffman misalnya, melahirkan pendekatan dramaturgis untuk melakukan penelitian sosial. Pengaruhnya sangat besar, termasuk dalam penelitian dengan pendekatan interaksionis simbolik.3 Disiplin ilmu yang mulai memanfaatkan jasa dramaturgi adalah ilmu komunikasi, psikologi, maupun seni pertunjukan. Sedangkan, dalam politik pun sering kita temui istilah dramatisasi persoalan, dramatisasi konflik, dramatisasi politik, dan sebagainya. Para pengguna dramaturgi pun tidak surut dan habis begitu saja seiring dengan berkembangnya perfilman dan sinetron-sinteron yang memborbardir dunia rumah tangga kita.
Dramaturgi itu sendiri, sebagaimana ditulis oleh RMA Harymawan dalam bukunya Dramaturgi4 adalah ilmu yang mempelajari tentang hukum dan konvensi drama. Hukum-hukum drama tersebut mencakup Tema, Alur (plot), Karakter (penokohan), dan Latar (setting). Namun demikian, pemahaman dramaturgi itu tidak berhenti pada hukum-hukum dan konvensi yang telah menjadi klasik tersebut. Karena, perkembangan yang cukup besar dari dunia drama itu sendiri, maka tentu sejumlah hukum dan konvensi itu memiliki upaya pula untuk melakukan beberapa ”penyesuaian” yang selaras dengan kehidupan dan jalan pemikiran manusia. Meskipun perkembangan tersebut memiliki beberapa kritik, namun tetap memiliki kemungkinan dalam mengapresiasi kenyataan yang berubah di tengah-tengah masyarakat penggunanya. Kenyataan bahwa dunia drama itu telah berkembang berabad-abad tentulah tak dapat dipungkiri memiliki banyak “produk” yang dapat menjadi model atau bahan untuk dianalisa. Disamping itu, telah banyak pula lahir para dramawan maupun para penulis drama yang memiliki pengaruh besar terhadap perubahan zamannya. Di Indonesia kita mengenal Putu Wijaya, Arifin C. Noor, Iwan Simatupang, Wisran Hadi, Kirjomulyo, Akhudiat, dan masih banyak lagi.
Konsepsi Dramaturgi klasik Aristotelian yang diikuti kalangan neo-klasisisme, yakni kesatuan dramatik yang merupakan suatu cerita yang terjadi di satu tempat dan waktu yang tak lebih dari satu kali dua puluh empat jam, peristiwa-peristiwa dan adegan-adegan secara beruntun, diikat dengan ketat satu sama lain oleh hukum sebab akibat. Kalangan penganut Sturm und Drang atau Storm and Stress (secara harfiah berarti Topan dan Tekanan) melakukan perubahan mendasar. Pemberontakan ini berangkat dari Gefuh ist alles, yakni perasaan adalah segala-galanya, seperti diungkapkan oleh Wolfgang von Goethe pada masa mudanya. Dramawan-dramawan Sturm und Drang cenderung menggambarkan manusia sebagai makhluk yang tingkah lakunya ditentukan oleh semangat yang berkobar-kobar, emosi yang kuat, nafsu yang meluap dan menghanyutkan5 . Maka mudah ditemukan adegan-adegan yang luar biasa, resah, penuh kekerasan, hujatan pedang dan belati, darah dan racun. Itu pulalah sebabnya, gerakan ini kemudian melahirkan gagasan romantik dalam drama dan teater. Plot atau alur cerita bersifat episodik.

Ringkasan
1.Pengertian drama muncul sebagai bagian dari upaya untuk memahami kehidupan. Namun demikian, banyak pengertian-pengertian drama yang saling bertolakbelakang, sehingga terjadi kesimpangsiuran. Upaya yang cermat melalui pengklasifikasian terhadap karya drama tersebut, memungkinkan suatu pengertian yang komprehensif dapat ditemukan.
2.Drama dimengerti mulai dari konteks sebagai salah satu genre sastra hingga ke pertunjukan teater. Sebagai sebuah karya sastra, drama berkaitan erat dengan adanya media lain, seperti teater, radio maupun televisi dan film.
3.Dalam mengembangkan dramaturgi tersebut dibutuhkan pula para dramaturg professional untuk menelaah kaidah-kaidah seni pertunjukan.
4.Dalam play atau drama terdapat genre seperti tragedi, komedi, melodrama, farce, targikomedi, sejarah, dokumenter, dan musikal. Masing-masing genre memiliki kekhususan dalam bentuk dramatiknya.
5.Pemahaman dramaturgi sangat dibutuhkan oleh sutradara dan aktor dalam memasuki wilayah penonton.

Topik Diskusi
1.Sebutkanlah pengertian drama yang relatif lebih realistik pada masa sekarang ini.
2.Sebutkan perbedaan mendasar konsepsi Dramaturgi Aristotelian dan pemberontakan Dramaturgi Wolfgang von Goethe.
3.Sebutkanlah bagaimana cara kerja seorang dramaturg profesional, agar sebuah karya seni pertunjukan dapat mencapai sasarannya secara maksimal.
4.Apakah yang membedakan antara genre drama Tragedi dengan Melodrama, dan Komedi dengan farce, sebutkan contoh dari naskah drama yang mengindikasikan genre ini.
5.Bagaimanakah dramaturgi seharusnya dipahami dan dipergunakan.

Bersambung ke Pertemuan 3

DRAMATURGI I

Pengertian Drama
Kata ”drama” berasal dari kata draomai (kata kerja: dran) dalam bahasa Yunani, dan dalam bahasa Inggris berarti to act, to do (berbuat, bertindak). Disamping itu, drama juga selalu dikaitkan dengan istilah play (permainan), naskah, lakon, cerita, tonil, sandiwara, hingga teater. Drama juga terkait dengan disiplin ilmu lainnya yang serumpun seperti sastra, serta berdampak pula dengan tari, musik, dan seni rupa, serta beberapa ilmu sosial lainnya. Tidak jarang pula drama dikaitkan dengan politik yang berarti pura-pura atau tindakan yang terjadi dengan pura-pura atau sebuah manipulasi terhadap suatu aktivitas dengan aktivitas lainnya.
Beberapa pengertian drama
1.”The American College Dictionary” : drama suatu karangan dalam prosa atau puisi yang disajikan dalam bentuk dialog atau pantomim, suatu cerita yang mengandung konflik atau kontras seorang tokoh, terutama sekali suatu cerita yang diperuntukkan buat dipentaskan di atas panggung, suatu lakon. Pengertian lain, drama merupakan cabang sastra yang mengandung komposisi-komposisi yang sedemikian sebagai subjeknya, seni atau representasi dramatik. Drama juga seni yang menggarap lakon-lakon mulai sejak penulisan sampai produk terakhir, dan setiap rangkaian kejadian mengandung hal-hal atau akibat-akibat yang menarik hati secara dramatik.1
2.”Webster’s New Collegiate Dictionary” memberikan pengertian drama adalah suatu karangan dalam prosa dan puisi yang memotret kehidupan atau tokoh dengan bantuan dialog atau gerak, dan yang direncanakan bagi pertunjukan teater, suatu lakon. Drama closet adalah suatu lakon yang dibuat terutama sekali sebagai bahan bacaan, bukan sebagai produksi panggung. Drama juga dipersepsi sebagai seni, sastra, atau kejadian-kejadian yang bersifat dramatik, dan serangkaian kejadian nyata yang mengandung kesatuan dan interes dramatik.2
3.”The Advanced Learner’s Dictionary of Current English”: drama sebagai suatu lakon (komedi, tragedi, dan sebagainya) yang dipentaskan di atas panggung teater. Drama juga penulisan atau pertunjukan lakon-lakon, cabang sastra yang menggarap lakon-lakon yang berkenaan dengan ini, sebagai seorang mahasiswa drama, dan sejumlah kejadian yang memikat dan menarik hati.3
4.”Webster’s New International Dictionary”: drama suatu karangan, biasanya dalam prosa, disusun buat pertunjukan, dan dimaksudkan untuk memotret kehidupan atau tokoh, atau mengisahkan suatu cerita dengan gerak, dan biasanya dengan dialog yang bermaksud memetik beberapa hasil berdasarkan cerita dan sebagainya, suatu lakon. Drama direncanakan atau disusun sedemikian rupa untuk dipertunjukkan oleh para pelaku di atas pentas.4
5.Drama adalah hidup yang dilukiskan dalam gerak (life presented in action). Jika buku roman menggerakkan fantasi kita, maka dalam drama kita melihat kehidupan manusia diekspresikan secara langsung di muka kita sendiri (Moulton).5
6.”Dictionary of World Literature”: Drama dalam arti luas, mencakup setiap jenis pertunjukan tiruan perbuatan, mulai dari produksi Hamlet, komedi, pantomim ataupun upacara keagamaan orang primitif. Lebih khusus lagi, mengarah pada suatu lakon yang ditulis agar dapat dipresentasikan oleh para aktor. Dan, lebih menjurus lagi, drama merunjuk pada lakon realis yang sama sekali tidak dimaksudkan sebagai keagungan yang tragis, tetapi tak dapat dimasukkan ke dalam kategori komedi. Lebih jauh, bahwa drama hanyalah merupakan ”lakon” --yang dapat dipergunakan sebagai alat oleh sekelompok orang untuk melakonkan tokoh-tokoh tertentu dihadapan kelompok teman-teman mereka... Unsur yang kedua adalah hadirnya penonton. Novel dan puisi hanya dapat memikat pembaca yang solider saja, sang dramawan harus selalu membayangkan sekelompok penonton dalam mata hatinya sewaktu ia menulis.6
7.”Oxford Dictionary” menyebutkan, bahwa drama merupakan suatu susunan prosa atau syair. Ia digubah sedemikian rupa untuk tujuan pementasan. Sedangkan cerita dalam pementasan itu berhubungan dengan adanya dialog dan tindakan yang disertai dengan gerak dan isyarat, kostum, dan pemandangan yang menyerupai kehidupan nyata, sebuah lakon.7
8.Drama adalah kualitas komunikasi, situasi, action (segala apa yang terlihat dalam pentas) yang menimbulkan perhatian, kehebatan (exciting), dan ketegangan pada pendengar/penonton.8
9.Konflik dari sifat manusia merupakan sumber pokok drama (Brander Mathews)9
10.Drama haruslah melahirkan kehendak manusia dengan action.(Ferdinand Brunetierre)10
11.Drama adalah kesenian yang melukiskan sifat dan sikap manusia dengan gerak (Balthazar Verhagen)11.
12.Drama adalah cerita konflik manusia dalam bentuk dialog, yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan action dihadapan penonton (audience) (John E. Dietrich)12
13.Drama mengandung arti kejadian, risalah, karangan.13
14.Boen S. Oemarjati menyebutkan bahwa drama sama dengan lakon. Lakon pada umumnya dalam bentuk tertulis yang disebut naskah
15.Drama adalah satu kesatuan dalam teater. Drama bukan ”sesuatu” tetapi sebuah peristiwa, berlangsung dalam waktu yang nyata dan mengambil tempat yang nyata14
16.Sebagai sastra lisan, Drama adalah teater.15
17.Jerzy Grotowski menyebutkan naskah per se adalah bukan teater, dan baru menjadi teater setelah dipakai oleh aktor, yaitu melalui intonasi, asosiasi suara-suara dan musikalitas bahasa itu sendiri.16
18. Martin Esslin menyimpulkan bahwa drama adalah ”fiksi yang diperagakan” (“enacted fiction”)17
Menurut Robert Cohen18, Drama (play) di bagi dalam dua pandangan. Yakni, durasi dan genre. Durasi di bagi dalam dua bagian, durasi panjang (full length play), dan durasi pendek (short play). Durasi panjang biasanya sekitar dua hingga empat jam. Durasi ini terdapat pada drama masa Renaissance. Sedangkan durasi pendek sekitar dua puluh menit hingga satu jam. Contoh Drama Ayahku Pulang karya Usmar Ismail, Pinangan karya Anton Pavlovich Chekov

Unsur Drama dan Teater
Drama merupakan karya Sastra. Unsur yang dimilikinya adalah Tema (dan Amanat), Plot/Alur, Karakter/Penokohan dan Latar atau Setting. Unsur ini juga dapat di dukung oleh penulis naskah. Melalui pengenalan tentang penulis naskah, maka seseorang dapat mengenali lebih jauh suatu drama
Teater merupakan karya (Seni) pertunjukan. Unsur yang dimilikinya dalam paham yang modern, meliputi aktor dan Sutradara. Dalam pemahaman yang tradisional, dapat pula ditambahkan unsur nyanyian, tarian, dan lelucon. Unsur artistik merupakan bagian lain yang penting dalam teater.

Bersambung ke Pertemuan 2

JADWAL PERTUNJUKAN TEMU TEATER TUNGGAL/MONOLOG 6 KOTA

STAFF KREATIF “PRODO IMITATIO”, KARYA ARTHUR S. NALAN


Aktor/ Sutradara : A. Hamzah Fansuri B.

Artistik : Muji Andik “Bolot” (drama ’05), Firdaus (drama ’07), Ipung (drama ’08)

Rias dan Busana : Galuh Tulus (drama ’07), Abdur (drama ‘8)

Musik : Ipunk “Kribz” (musik ’05), Fregy “Londo” (musik ’05)

Sie Dokumentasi : Nuris Imam S.

JADWAL PERTUNJUKAN TEMU TEATER TUNGGAL/MONOLOG 6 KOTA
27 - 30 Oktober 2008





27 Oktober 2008
19.30 - 20.20 WIB Judul :Racun Tembakau
Karya : Anton Chekov
Actor : Rachman Sabur
Sutradara : Rachman Sabur

20.30 - 21.20 WIB Judul :Biografi Bunga
Karya : Rachman Sabur
Actor : Patricia Sabatini
Sutradara : Rachman Sabur

28 Oktober 2008
19.30 - 20.20 WIB Judul :Bau Mulut Raja Rimba . (Komunitas Klonengan Tegal)
Karya : H.Agus Riyanto,S.Sos,M.M
Actor : Apito Lahire
Sutradara : Tonny SR

20.30 - 21.20 WIB Judul : AUT (Teater MOZAIK Malang)
Karya : Putu Wijaya
Actor : Ahmadin Rome'in
Sutradara : Ragil Sukriwul

29 Oktober 2008
19.30 - 20.20 WIB Judul :Surat Kepada Orang Terkasih
Karya : Taufan S Candra
Actor : Nurahmad
Sutradara : Nurahmad

20.30 - 21.20 WIB Judul :Prodo Imitation (Komunitas Oeler Keketh Surabaya)
Karya : Arthur S. Nalan
Actor : A. Hamzah Fansuri B
Sutradara : A. Hamzah Fansuri B

30 Oktober 2008
19.30 - 20.20 WIB Judul :Buku Harian Si Tukang
Karya : Jemek Supardi
Actor : Jemek Supardi
Sutradara : Jemek Supardi

Sinopsis Drama PRODO IMITATIO

PRODO IMITATIO

Karya: Arthur s. nalan

Sutradara/ Aktor: A. Hamzah Fansuri B.


( d a l a m )

Sinopsis






“Gelar…, gelar…, gelar…!!!”

“Murah…, murah…, murah…!!!”

Dari gelar S1, S2, S3 atau apa saja…


Siapa berminat, hubungi saja :

University of Zuzulapan yang pusatnya

di Amarakua.



Eeehh…, tapi cabangnya ada di sini,

Di Manaboa, bukan di Indonesia !

Ssstt..., ini dunia sandiwara !

Sinopsis Drama PRODO IMITATIO

PRODO IMITATIO

Karya: Arthur s. nalan

Sutradara/ Aktor: A. Hamzah Fansuri B.


( d a l a m )

Sinopsis






“Gelar…, gelar…, gelar…!!!”

“Murah…, murah…, murah…!!!”

Dari gelar S1, S2, S3 atau apa saja…


Siapa berminat, hubungi saja :

University of Zuzulapan yang pusatnya

di Amarakua.



Eeehh…, tapi cabangnya ada di sini,

Di Manaboa, bukan di Indonesia !

Ssstt..., ini dunia sandiwara !

PROFIL SUTRADARA (IBIDIUM AKTOR)A. Hamzah Fansuri B.

Nama :

Tempat & Tanggal Lahir : Pamekasan, 25 Maret 1985

Alamat : Pintu Gerbang 84 A, RT 03 RW 08 Kelurahan Bugih Kecamatan Pamekasan, Kabupaten Pamekasan, 69316.

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Status : Belum Kawin

Kewarganegaraan : WNI

Email : tanah_pribumi@yahoo.com


Pendidikan yang Pernah Ditempuh

NO LEMBAGA PENDIDIKAN, FAKULTAS, JURUSAN MASUK (THN) TAMAT (THN) KETERANGAN
1. SDN Bugih I Pamekasan 1991 1997 -
2. SLTPN 3 Pamekasan 1997 2000 -
3. SMUN 3 Pamekasan 2000 2003 -
4. Universitas Madura, Fakultas Ekonomi, Manajemen 2003 - Tidak Tamat.
5. Universitas Negeri Surabaya, Fakultas Bahasa dan Seni, Jur. Sendratasik (Seni Drama) 2004 - Sampai Sekarang



Pengalaman Berkesenian 3 Tahun Terakhir

NO TAHUN KEGIATAN/PERTUNJUKAN PERAN/JABATAN KET
1. 2005 Festival Monolog Se-Madura, di Pamekasan. Aktor dan Sutradara Juara II
2. 2005 Pementasan “Senja dengan Dua Kalelawar”, karya Kirjdomuldjo. Pentas 3 kota (Jogja, Gresik, Pamekasan) Aktor Oeler Keketh.
3. 2006 Monolog “Payah” dalam Pekan Monolog Kaum Adam (Dewan Kesenian Surabaya). Aktor dan Sutradara Oeler Keketh.
4. 2006 Penulisan naskah lakon “Malam itu”, dalam acara pekan seni mahasiswa tingkat regional (Peksiminal) Jawa Timur. Penulis Juara I
5. 2007 Pementasan Pantomime “Klasik Neo”, di tiga kota (Tuban, Sidoarjo dan Pamekasan) Aktor dan Sutradara Kandang Teater
6. 2007 Pementasan “Sayang Ada Orang Lain”, karya Utuy Tatang Sontani. Pentas di Ponorogo dan Mojokerto. Aktor Oeler Keketh.
7. 2008 Monolog “Kerinduan Kepada Hilang”, karya sendiri. Pentas di Gresik dalam acara “Monolog Pelajar”, Semar JATIM ’08. Aktor dan Sutradara Oeler Keketh.
8. 2008 “Prodo Imitatio”, karya Arthur S. Nalan dalam acara Peksiminal Jawa Timur dan Peksiminas Jambi Aktor dan Sutradara Juara I

Senin, 27 Oktober 2008

Penjelasan BSNP di Makassar

Ujian Nasional (UAN)untuk SMA/MA pada 21-25 April 2009,dan menjadi modal atau alat ukur untuk penerimaan di Perguruan Tinggi. Artinya,test di PT ditiadakan (dirumuskan perwakilan Rektor pada 29 Okt di Jakarta. Setelah UAN dilakukan UAS. Semua aspek penilaian menjadi penentu kelulusan,dan diputuskan oleh sekolah/autar

Minggu, 26 Oktober 2008

Seni dan Kita

Ketika menyebut kata "seni",apakah yang terlintas dalam pikiran kita? Pastinya banyak sekali. Misalnya,keindahan,kecantikan,keseimbangan,kesatuan,kenikmatan. Bisa juga,tarian,nyanyian,musik,drama,teater,puisi,sastra,lukisan,anyaman,batik,patung.Sebagian lagi,memahami seni merupakan tradisi,adat istiadat, budaya,kebiasaan, perilaku,politik,olahraga(seni beladiri),bahkan kejahatan(seni korupsi). (autar abdillah,bersambung)

Jumat, 24 Oktober 2008

Kekerasan di Sekolah-3

Cerita Lahirnya Geng Nyik Nyik

Surya/AIS
Kekerasan geng Nyik Nyik dalam rekaman Ponsel.
Kamis, 23 Oktober 2008 | 03:54 WIB

TULUNGAGUNG, KAMIS - Geng Nyik Nyik yang beranggota segerombolan siswi brutal ternyata bukan barang baru di SMAN 1 Gondang, Kabupaten Tulungagung. Seorang alumni sekolah itu mengungkapkan cikal bakal geng itu sudah bercokol sejak 2005.

Rizki, alumnus itu, menuturkan, saat ia lulus dari SMAN 1 Gondang pada 2005, sudah ada geng yang gemar berkelahi, berbuat onar dan melakukan kekerasan terhadap adik kelasnya. Namun, beda dengan sekarang, waktu itu anggota geng bukan cuma perempuan, tetapi juga laki-laki.

”Kalau sekarang anggotanya cewek-cewek,” kata Rizki saat ditemui Rabu (22/10).

Dituturkannya, selalu saja ada keonaran yang dilakukan geng ini. Tetapi paling banyak adalah mengincar adik kelas. Geng yang sebagian besar anggotanya siswa kelas III, sebagian lagi kelas II, kerap minta uang kepada adik kelasnya secara paksa atau melakukan ’titah’ ketua geng.

”Kalau tidak dituruti pasti dikeroyok,” katanya.

Perihal nama Nyik Nyik, seorang siswa kelas I, sebut saja namanya Reno, diambil dari julukan sang pemimpin geng, yaitu Prs, siswa III warga Desa Kedungwaru. Di geng ini ada juga pemimpin kelas II yang ’dijabat’ tiga orang, yaitu Jvt, Ppt dan Lli.

Reno mengaku pernah menyaksikan pengoyokan oleh Geng Nyik Nyik. “Waktu itu ada pertengkaran mulut antara Jvt dengan siswa kelas I. Namun saat mengeroyok langsung dikerubuti siswa lainnya,” ungkap Reno.

Secara fisik, kata Reno, susah membedakan anggota geng ini dengan siswa yang tidak terlibat, karena mereka tidak mengenakan tanda-tanda khusus. Namun, hampir bisa dipastikan geng ini selalu bergerombol untuk kegiatan apa pun di luar kelas, baik itu makan di kantin ketika istirahat atau kabur dari kelas alias membolos.

Soal kekompakan, Geng Nyik Nyik tidak perlu diragukan. Seorang anggota geng yang melanggar aturan sekolah tidak perlu terlalu khawatir, karena teman-temannya pasti akan melindungi.

”Jadi kalau ada yang dimarahi guru, yang lainnya membela supaya tidak dihukum,” ceritanya.

Aksi kekerasan itu bukannya tanpa jejak. Saat ini beredar rekaman video soal penamparan oleh Jvt terhadap seorang siswa kelas I, yaitu Vt, pada 15 Oktober 2008. Rekaman yang dibuat menggunakan kamera ponsel dan berdurasi 2 menit 28 detik itu terlihat jelas bagaimana tangan Jvt menggampar wajah Vt. Dalam rekaman lain yang berdurasi 59 detik, Jvt memelonco seorang siswi kelas I.

Sebenarnya, petugas Polsek Gondang dan Polres Tulungagung, langsung mendatangi sekolah dan melakukan pengumpulan informasi, Rabu (22/10). Namun karena sedang ada ulangan, para polisi itu hanya sebentar di sana, lalu pergi. Kapolsek Gondang, AKP Mujiharto kepada wartawan mengatakan, hasil penyelidikan menyimpulkan Geng Nyik Nyik tidak pernah ada.

”Dan, itu juga bukan aksi kekerasan seperti Geng Nero yang ramai diberitakan di Jawa Tengah,” kata Mujiharto.

Menurut dia, insiden yang terjadi hanya perkelahian antarsiswa dan itu sudah diselesaikan secara kekeluargaan oleh sekolah. Di hadapan para orangtua yang didatangkan ke sekolah, para siswa yang terlibat diminta membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perkelahian itu.

Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Slamet Riadi mengungkapkan hal yang sama. Menurutnya, Geng Nyik-Nyik tidak ada. Ia malah menyalahkan wartawan yang dianggapnya membesar-besarkan persoalan.

“Itu kan bisa-bisanya wartawan saja, buktinya geng itu tidak ada,” katanya sambil meninggalkan sekolah SMAN I Gondang.

Diberitakan sebelumnya, kasus mirip Geng Nero di Pati Jawa Tengah itu terungkap ketika dua siswi kelas I, Oi dan Vt, mengadu kepada orangtua mereka bahwa telah menjadi korban aksi kekerasan Geng Nyik Nyik. Orangtua kedua korban itu kemudian mendatangi sekolah dan minta membubarkan aktivitas Geng Nyik Nyik atau melapor polisi.

“Saya tidak tahan lagi diperlakukan kasar, karena itu saya lapor orang tua,” ujar Oi kepada wartawan.

Sebagai bukti, Oi menunjukkan rekaman penamparan di kamar mandi sekolah itu. “Ada teman yang diam-diam merekam aksi ini, dan menjadi bukti di sekolah ini ada sekelompok siswi yang kerap melakukan kekerasan,” paparnya.

Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Tulungagung, Imam Turmudzi, berbeda pendapat dengan polisi. Ia malah minta polisi mengusut tuntas aksi kekerasan yang mencoreng dunia pendidikan daerah itu. “Harus diusut sampai tuntas, jangan ditutup-tutupi. Ini menjadi tugas dinas terkait dan kepolisian. Sekolah harus membuka diri,” ujarnya

Menurut politisi PKB ini, seorang pelajar tidak pantas bertingkah seperti preman. ”Kalau memang masih bisa dibina, ya dibina dengan baik. Kalau tidak, hukum yang bicara. Dinas pendidikan harus bertanggung jawab juga,” katanya.ais


Sent from my BlackBerry © Wireless device from XL GPRS/EDGE/3G Network

Kekerasan di Sekolah-2

Beranda | Pendidikan/Pesantren
Selasa, 21 Okt 2008 21:28:04
Sekelompok Siswi di Tulungagung Lakukan Kekerasan
Tulungagung - Sekelompok siswi SMA Negeri Gondang, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur yang mengatasnamakan dirinya "Geng Nyik-nyik" melakukan tindak kekerasan terhadap siswi lainnya.

Aksi mereka terbongkar setelah beberapa orangtua korban mendatangi sekolah tersebut untuk melaporkan adanya tindak kekerasan tersebut.

"Sudah lama saya diperlakukan kasar oleh mereka, tapi baru kali ini saya mengadu pada orangtua karena tak tahan," kata Oi, siswi SMA Negeri Gondang.

Selain Oi, Vit juga melaporkan masalah itu dengan menunjukkan ponsel yang berisi tayangan tindak kekerasan Geng Nyik-nyik di sekolah itu.

"Tayangan ini diambil dari seorang teman yang diam-diam merekam aksi brutal mereka terhadap para junior," kata Vit mengungkapkan.

Dalam tayangan itu sekelompok siswi yang tergabung dalam Geng Nyik-nyik melakukan penganiayaan terhadap beberapa orang siswi dengan cara menampar muka dan menjambak rambut korban.

Geng Nyik-nyik itu terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama beranggotakan siswi Kelas III yang dipimpin, Prs, warga Desa/Kecamatan Kedungwaru dan Dna, warga Desa/Kecamatan Boyolangu. Sedang kelompok kedua beranggotakan siswi Kelas II dengan koordinator Jvt, PPt, dan Lli.

"Mereka ini tidak segan-segan melukai para siswi Kelas I yang tidak mau membelikan makanan atau mentraktir mereka di kantin sekolah," kata Vit.

Kepala Sekolah SMA Negeri Gondang, Panut Adi Suwignyo, mengaku baru mengetahui adanya geng yang mirip dengan Geng Nero di Pati, Jawa Tengah setelah menerima laporan dari para orangtua korban.

"Saya tahunya dari laporan orangtua siswi pada 15 Oktober 2008 lalu. Saya sudah menindaklanjuti semua persoalan ini," katanya.

Pihaknya sudah memanggil beberapa orang siswi yang diduga melakukan serangkaian tindak kekerasan terhadap juniornya. "Mereka sudah saya peringatkan. Jika tidak mematuhi peringatan itu, mereka akan kami keluarkan," kata Panut seraya menyebutkan, siswi yang tergabung dalam geng itu berjumlah enam orang.


M. Irfan Ilmie


Rabu, 22 Okt 2008 10:00:04
Fenomena Gunung Es Kekerasan di Sekolah
Belum lama ini dunia pendidikan kita dikejutkan oleh tindak kekerasan yang dilakukan sekelompok siswa putri di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah yang menamakan diri "Geng Nero".

Banyak pihak meyakini bahwa ulah siswa asal kota kecil di kecamatan itu merupakan fenomena "gunung es". Masih lebih banyak lagi kekerasan lain yang belum terungkap dengan obyek dan subyeknya adalah siswa.

Kini kita dikejutkan kembali dengan ulah siswa putri, juga dari sebuah kota kecamatan kecil di Gondang, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur. Siswa SMAN Gondang itu menamakan diri "Geng Nyik-Nyik".

Tindak kekerasan yang direkam video dan bisa disaksikan lewat ponsel itu dilakukan siswa senior kepada yuniornya. Aksi menyakiti yuniornya itu direkam diam-diam oleh siswa lainnya.

Seorang praktisi pendidikan di Surabaya, Muhammad Iqbal, SAg, MPsi dalam sebuah seminar di Unesa beberapa waktu lalu mengemukakan, kekerasan atau dikenal sebagai "bullying" seringkali dianggap sebagai bagian dari pendidikan mental.

"Karena itu kemudian 'bullying' itu dianggap tidak berbahaya dan justru harus dilalui oleh anak atau murid," kata Kepala SD Khodijah Surabaya itu dalam seminar "Young Hearts: Belajar tanpa Rasa Takut".

Menurut dia, karena seringkali dianggap biasa, maka korban "bullying" itu tidak tertangani di sekolah sampai mereka lulus. Padahal sesuai hasil penelitian, "bullying" itu berdampak pada anak, seperti kecemasan berlebihan, kesepian dan mengalami kegagalan dalam pertemanan.

Lulusan Pasikologi UI yang pernah mengajar di Universitas Bina Nusantara itu mengemukakan bahwa korban "bullying" juga mengakibatkan sulitnya konsentrasi bahkan tidak jarang mereka berkeinginan untuk melakukan bunuh diri.

Sementara Ketua Yayasan Sehati, Diena Haryana, MA mengemukakan bahwa untuk kasus kekerasan oleh Geng Nero dengan pelaku siswa perempuan sudah melebihi batas "bullying".

"Kalau seperti Geng Nero itu bukan 'bullying' lagi, sudah sangat parah," kata lulusan IKIP Jakarta itu.

Iqbal menambahkan bahwa prilaku "bullying" itu memiliki tujuan, antara lain, untuk mempengaruhi orang lain, menunjukkan dominasi atau kekuatan, menjaga "image" pada korban agar "menghormati" pelaku.

Ketua Panitia "Kampanye Antikekerasan di Sekolah" yang digelar Unesa, Djuli Djatiprambudi mengemukakan bahwa seharusnya para pendidik menjadikan sekolah sebagai tempat yang menyenangkan. Namun kenyataannya kekerasan di sekolah sudah berlangsung lama dan hingga kini masih banyak terjadi.

Menurut dia, selain siswa, para guru saat ini juga banyak mengalami "bullying" struktural dari pejabat di atasnya, sehingga mereka menularkan hal yang dialaminya kepada siswa-siswanya.

"'Bullying' struktural yang dialami guru, antara lain, target nilai Unas, target kelulusan dan ketidakjelasan model pembejalaran," kata Ketua Jurusan Seni Rupa Unesa itu.

Menurut dia, regulasi sistem pembelajaran yang tidak stabil karena sifatnya hanya ujicoba, juga membuat para guru tertekan. Sistem pembelajaran yang satu belum dinilai berhasil sudah diganti dengan sistem lainnya.

"Semua itu menjadi beban bagi guru yang pada ujungnya siswa menjadi korban. Karena itu, sudah saatnya semua pihak berkomitmen untuk menciptakan sekolah yang ramah dan humanis," kata Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa Unesa itu.

Secara strukural, katanya, juga banyak guru yang mengalami tekanan dari kepala sekolah. Kepala sekolah juga mengalami tekanan dari atasannya dan tekanan itu berjenjang ke atasnya, bahkan hingga ke tingkat menteri.

Selain itu, media massa juga diyakini ikut andil dalam praktek kekerasan di masyarakat, termasuk di sekolah. Hal itu diakui oleh seorang wartawan senior di Surabaya, Drs Djoko Pitono.

Serbuan media yang mempromosikan kekerasan, katanya, khususnya televisi kepada anak-anak memang sangat luar biasa dan semakin lama semakin besar.

"Namun sebenarnya para guru, orangtua murid dan pemangku pendidikan lainnya juga punya kekuatan besar untuk membendungnya," kata Djoko.


Bentuk Kekerasan

Kekerasan di sekolah bisa dilakukan oleh murid kepada murid lainnya, guru, pejatan struktural atau sistem pendidikan yang tidak membuat siswa nyaman belajar.

Iqbal mengatakan, bentuk "bullying" itu adalah, segala sesuatu yang ditujukan untuk menyakiti orang lain. Dalam hal ini, membentak teman atau adik kelas di sekolah juga tergolong dalam prilaku "bullying".

"Bentuknya memang bermacam-macam. Membantak itu adalah bibit dari bullying. Di Jakarta ada adik kelasnya ditelanjangi, ada yang diculik. Pernah ada karena adik kelasnya itu memakai bra yang tidak disukai kemudian suruh copot oleh si kakak kelas. Kan bahaya ini," katanya.

Bentuk-bentuk bibit "bullying" yang dilakukan oleh kakak kelas ke adik kelasnya terjadi saat masa orientasi sekolah (MOS) untuk siswa baru. Bahkan tidak jarang, kepala sekolah justru mendukung prilaku kekerasan untuk siswa barunya.

Djuli Djatiprambudi mengemukakan, dari catatan Unicef tahun 2005 menunjukkan, terdapat 35 bentuk kekerasan di sekolah yang terbagi dalam tiga kategori, yakni fisik, seksual dan psikis. Bahkan bentuk kekerasan di sekolah lebih banyak dibandingkan di rumah, jalanan maupun di masyarakat.

Menurut dia, ujian nasional (Unas) juga merupakan salah satu bentuk kekerasan, bahkan cenderung menjadi "teror" bagi para siswa, guru dan aparat pendidikan di atasnya.

"Kalau Unas banyak yang tidak lulus, guru diteror oleh Kepala Dinas Pendidikan kabupaten atau kota. Kepala dinas itu diteror oleh kepala dinas provinsi, kepala dinas provinsi diteror oleh menteri dan seterunsya. Ujung-ujung yang terteror adalah siswa," katanya.

Dikatakannya, selain akibat sistem pendidikan, teror juga terjadi antara siswa terhadap siswa lainnya, bahkan bisa jadi dari siswa kepada gurunya.

Ia mengemukakan, lewat kegiatan kampanye, pihaknya ingin mengungkap berbagai bentuk kekerasan di sekolah yang saat ini tingkatnya sudah sangat kritis sehingga dampaknya luar biasa bagi anak didik.

"Di Surabaya ini ada beberapa yang terungkap dan yang terakhir adalah kasus anak SD yang dijewer telinganya hingga melepuh. Saya kira ini baru yang tampak, sementara yang belum teridentifikasi masih lebih banyak," katanya.

Sementara di kalangan siswa, Djuli mengemukakan bahwa saat ini juga masih sering terjadi "bullying", seperti beban pelajaran yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan kejiwaan anak-anak.

"PR yang diberikan guru di luar batas kemampuan anak masih sering terjadi. Bahkan anak kelas VI SD saja harus membawa buku setiap hari yang beratnya bisa 10 kilogram. Itu semua juga 'bullying' yang harus dihentikan," katanya.


Alternatif aktivitas

Djoko Pitono menganjurkan, untuk menghilangkan kekerasan, harus ada aktivitas alternatif pada anak-anak. Penyediaan buku-buku dan bacaan lain, termasuk buku seni dan sastra, aktivitas olahraga dan lainnya akan sangat membantu.

Pengarang dan editor buku itu mengemukakan bahwa sangat penting memberikan buku-buku seni bagi anak karena sangat besar pengaruhnya untuk membersihkan jiwa dan pikiran anak-anak serta memperhalus budi pekerti.

"Anak yang sejak dini didorong untuk membaca buku-buku seni dan sastra jelas akan membuat mereka tumbuh menjadi orang-orang yang halus dan peka terhadap lingkungannya," ujar alumni IKIP Negeri Surabaya itu.

Ia menegaskan bahwa kepedulian lebih besar kepada anak sekolah juga perlu dilakukan dalam hal penggunaan bahasa yang lebih simpatik dan menunjukkan apresiasi dari lingkungannya.

"Sudah bukan zamannya lagi cara-cara diktator digunakan untuk mendidik anak-anak kita, baik guru maupun orangtua. Kepedulian itu juga bisa diwujudkan dengan melayangkan kritik kepada pengelola media yang menayangkan kekerasan," katanya.

Sementara menurut Iqbal, "bullying" adalah masalah yang cukup kompleks yang tidak hanya bisa diselesaikan oleh siswa maupun guru, melainkan harus melibatkan juga orangtua yang harus bekerja bersama-sama.

Iqbal menganjurkan, pengurangan sikap kekerasan itu, antara lain dapat dikurangi dengan memberikan saluran kepada anak-anak sekolah untuk mengekspresikan potensinya.

Kampanye yang dilakukan oleh sejumlah organisasi, seperti Plan Indonesia dan Yayasan Sejiwa dengan Unesa juga merupakan salah satu cara menciptakan sekolah yang nyaman dan aman bagi siswa.

Masuki M. Astro

Kekerasan di Sekolah-1

Sekolah Akui Ada Kontak Fisik dengan Lisnawati

TPGimages
Ilustrasi tendangan
/
Artikel Terkait:
Guru Tendang Siswanya Hingga Pingsan
Kamis, 23 Oktober 2008 | 13:04 WIB

Laporan wartawan Kompas Agustinus Handoko

SUKABUMI, KAMIS — Wakil Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Sukabumi Bidang Sekolah Berstandar Internasional Ceng Mamad mengakui, ada kontak fisik antara guru olah raga, AI, dan Lisnawati, Selasa (21/10). Namun, kontak fisik itu tidak keras.

Demikian penuturan Ceng Mamad, Kamis (23/10), saat memberi penjelasan mengenai kasus Lisnawati, siswi Kelas XII IPA I yang mengaku ditendang oleh AI saat pelajaran olahraga. Akibat kejadian itu, Lisnawati sempat pingsan. "Namun, pingsannya bukan karena semata-mata kontak fisik. Dia pingsan beberapa saat setelah kontak fisik itu. Dia memang sering pingsan," kata Ceng.

Kendati kontak fisik AI tidak menjadi penyebab utama pingsannya Lisnawati, Ceng tetap menyampaikan permintaan maaf. "Bagaimanapun, kontak fisik sekecil apa pun tetap tidak boleh terjadi. Kami sudah menegur dan persoalan sudah diselesaikan secara kekeluargaan," kata Ceng.

Rabu sore, Kepala Sekolah Riskardjo dan guru olahraga, AI, berkunjung ke rumah Lisnawati dan menyelesaikan persoalan itu. Keluarga Lisnawati diwakili kakaknya, Eli Eliawati, menerima tawaran penyelesaian secara kekeluargaan dan tidak akan melanjutkan kasus itu ke jalur hukum. Pernyataan dituangkan dalam surat bermaterai.

Agustinus Handoko
Sent from my BlackBerry © Wireless device from XL GPRS/EDGE/3G Network

Kamis, 23 Oktober 2008

Berita Bullying di Antara Jawa Timur

Beranda | Pendidikan/Pesantren
Senin, 20 Okt 2008 17:39:26
Surabaya Borong Juara Lomba Antikekerasan di Sekolah
Surabaya - Siswa SMP dan SMA di Surabaya "memborong" juara pada lomba seni dalam rangkaian "Kampanye Antikekerasan di Sekolah" yang diselenggarakan Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Unesa Surabaya bekerjasama dengan Plan Indonesia dan Yayasan Sejiwa.

Koordinator Humas Panitia Kampanye Antikekerasan di Sekolah, Autar Abdillah kepada ANTARA di Surabaya, Senin menjelaskan, dari 12 besar juara yang terpilih, delapan diantaranya adalah siswa dari Surabaya disusul Bojonegoro.

"Untuk foto dan poster, semuanya diraih siswa dari Surabaya. fotografi adalah, Rifky Farandy dari SMP Muhammadiyah 6, Shinta Ayu Maydanti dari SMP Muhammadiyah 6 dan Sita Evita Kumalasari dari SMAN 4 Surabaya," katanya.

Sementara poster dimenangkan oleh Emka SP dari SMAN 16, Mar'atul Fina dari SMAN 4 dan Evlyn Livia W dari SMA Frateran," kata dosen teater FBS Unesa itu.

Untuk musik, yang terpilih adalah, Aqxen Band dari SMPN 3 Kediri, Maha Banda dari SMAN 1 Bojonegoro dan Sound of Tetra Band dari SMAN 4 Surabaya.

"Untuk puisi, yang terpilih adalah, Alfina Raida V dari SMAN 5 Surabaya, Dita Purintina dari SMAN 1 Bojonegoro dan Betari Shynta P dari SMAN 1 Bojonegoro," kata Autar yang juga Sekretaris Dewan Kesenian Surabaya (DKS) itu.

Ia mengemukakan, ke-12 juara atau para pemenang tiga besar dari empat bidang seni itu akan menjadi utusan Jawa Timur untuk berlomba kembali pada tingkat nasional di Jakarta.

"Mereka akan bertarung memperebutkan juara satu untuk masing-masing bidang seni. Masing-masing juara pertama tingkat nasional itu akan dikirim untuk mengikuti lomba di ajang Asia Pasifik di Bangkok," katanya.

Sementara ketua panitia kampanye tersebut, Djuli Djatiprambudi mengemukakan, kegiatan itu digelar karena sampai kini masih banyak kekerasan yang dialami siswa di sekolah. Bahkan saat ini ada gejala kekerasan struktural yang dialami guru dari pejabat di
atasnya.

"'Bullying' atau kekerasan struktural yang dialami guru, antara lain, target nilai Unas, target kelulusan dan ketidakjelasan model pembejalaran yang kemudian menjadi korban adalah siswa," kata Ketua Jurusan Seni Rupa Unesa itu.

Menurut dia, regulasi sistem pembelajaran yang tidak stabil karena sifatnya hanya ujicoba, juga membuat para guru tertekan. Sistem pembelajaran yang satu belum dinilai berhasil sudah diganti dengan sistem lainnya.

"Semua itu menjadi beban bagi guru yang pada ujungnya siswa menjadi korban. Karena itu, sudah saatnya semua pihak berkomitmen untuk menciptakan sekolah yang ramah dan humanis," kata Ketua Jurusan Pendidikan Seni Rupa Unesa itu.

Secara strukural, katanya, juga banyak guru yang mengalami tekanan dari kepala sekolah. Kepala sekolah juga mengalami tekanan dari atasannya dan tekanan itu berjenjang ke atasnya, bahkan hingga ke tingkat menteri.

Masuki M. Astro


© 2008 Antara Jatim dot Com. All rights reserved
| Tentang PERUM LKBN ANTARA | Hubungi kami | Total Visits : 104176 | Visitor Online : 2 |

Evaluasi 1 Dramaturgi 1

Bagaimana hubungan Dramaturgi dengan disiplin ilmu yang anda jalankan. Misalnya, Musik. Dalam disiplin musik, terdapat beberapa unsur Dramaturgi yang saling berhubungan. Misalnya, eksplorasi tematik, alur atau bangunan struktur dramatik, latar, hingga pembentukan karakter musikal. Buatlah deskripsi --bisa dalam bentuk essai maupun disesuaikan dengan cara penulisan ilmiah. Aspek terpenting adalah mengekspresikan pemikiran anda terhadap disiplin ilmu yang sedang dijalankan dengan Dramaturgi. Selamat bekerja...

Antropologi Teater-2

Manusia dan Kebudayaan

• Bentuk tertua makhluk hidup adalah makhluk bersel satu, seperti protozoa. Lalu berkembang atau berevolusi menjadi makhluk seperti kera dan manusia. Dalam agama Islam, manusia berasal dari unsur tanah
• Unsur-unsur Kebudayaan: (1) Bahasa, (2) Sistem Teknologi, (3) Sistem ekonomi, (4) Organisasi Sosial, (5) Sistem Pengetahuan, (6) Kesenian, (7) Sistem Religi. Dalam hal ini, aktivitas adat istiadat, pranata-pranata social dan benda-benda kebudayaan dapat dikaitkan dengan ketujuh unsur diatas
• Dua wujud setiap kebudayaan (1) kebudayaan sebagai suatu kompleks dari konsep norma-norma, pandangan, dan sebagainya, yang abstrak, disebut sistem budaya, (2) kebudayaan sebagai suatu rangkaian dari tindakan yang konkrit, dimana individu saling berhubungan dan berbuat berbagai hal dalam keadaan interaksi, disebut sistem sosial.
• Kebudayaan berasal dari kata kultur yang dalam kata Latin adalah cultura (kata kerjanya, colo, colore), dan artinya memelihara atau mengerjakan, mengolah. Pengertian ini berkembang menjelang abad 18 melalui karangan Herder tentang sejarah semesta, Ideen zur Geschichte der Menscheit, dan terutama karangan Klem berjudul Allgemeine Culturgesschichte der Menscheit. Sutan Takdir Alisjahbana (1986: 205) selanjutnya menegaskan bahwa "dalam analisa kedua tokoh ini, perkataan kultur atau kebudayaan dalam arti yang modern mendapat arti tingkat kemajuan, yaitu tingkat pengerjaan atau pengolahan yang dicapai manusia pada suatu ketika dalam perjalanan sejarah".
• 7 (tujuh) penggolongan definisi kebudayaan oleh Alisjahbana, yakni
pertama menekankan kenyataan, bahwa kebudayaan itu adalah suatu keseluruhan yang kompleks, yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan yang lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kedua, menekankan sejarah kebudayaan, yang memandang kebudayaan sebagai warisan sosial atau tradisi. Ketiga, menekankan segi kebudayaan yang normatif, yakni kebudayaan sebagai cara, aturan dan jalan hidup manusia. Di sini juga ditekankan cita-cita, nilai-nilai dan kelakukan. Keempat, pendekatan secara Psikologi, kebudayaan sebagai penyesuaian manusia kepada sekitarnya. Dalam hal ini, Summer dan Keller yang menekankan penyesuaian manusia pada keadaan dan syarat-syarat hidupnya. Sedangkan Kroeber dan Kluckhohn menekankan usaha belajar dan pembiasaan serta definisi yang bersifat psikologi murni yang dirumuskan dalam istilah psiko-analisis dan psikologi sosial. Kelima, menekankan hal-hal yang bersifat struktur yang membicarakan pola-pola dan organisasi kebudayaan. Keenam, kebudayaan dipahami sebagai hasil perbuatan atau kecerdasan manusia. Grover merumuskan kebudayaan sebagai hasil pergaulan atau perkumpulan manusia. Dalam hal ini juga ditekankan pikiran-pikiran dan lambang-lambang. Ketujuh merupakan definisi-definisi yang tidak lengkap dan tidak bersistem (1986: 207).
• Alisjahbana maupun Koentjaraningrat mengakui bahwa banyak sekali definisi-definisi kebudayaan yang mengacu pada suatu disiplin ilmu tertentu, bukan saja antropologi, tetapi juga sosiologi, filsafat, sejarah maupun kesusasteraan. A.L. Kroeber dan C. Kluchhohn pernah mengumpulkan sebanyak mungkin definisi kebudayaan, dan tercatat paling sedikit terdapat 160 buah definisi dalam bukunya berjudul Culture, A Critical Review of Concepts and Defenitions (Cambridge, Mass: 1952). Berdasarkan ilmu Antropologi, Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (1990: 180).
• Di sisi lain, kebudayaan –culture, dalam kata Sanskerta adalah buddhayah, dalam bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Dengan demikian, ke-budaya-an dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal, atau daya dari budi (Koentjaraningrat, 1990: 180). Zoetmulder juga melihat kodrat manusia dengan akal budinya merupakan titik tolak kebudayaan (1951: 14; dalam Soerjanto Poespowardojo, 1993: 218).
• Soerjanto Poespowardojo (1993: 227-228) memaknai kebudayaan bahwa:
Kebudayaan adalah identitas suatu bangsa. Dengan demikian, jelaslah bahwa kebudayaan bukan sekedar pakaian, melainkan hidup yang memolakan setiap sikap dan perbuatan berdasarkan nilai yang dihayati. Kebudayaan di satu pihak adalah ciptaan pribadi-pribadi manusia, namun juga merupakan ciptaan seluruh masyarakat, karena seseorang tidak mungkin menciptakan karya budayanya tanpa pengaruh dan pembentukan dari masyarakat, di mana dia dibesarkan. Maka, kebudayaan adalah keseluruhan warisan yang dilanjutkan dari generasi yang satu ke generasi seterusnya.
• Stephen K. Sanderson (2003: 44) tidak melihat kebudayaan sebagai pewarisan secara biologis, tetapi ”kebudayaan sebagai keseluruhan karakteristik para anggota sebuah masyarakat, termasuk peralatan, pengetahuan, dan cara berpikir dan cara bertindak yang telah terpolakan, yang dipelajari dan disebarkan serta bukan merupakan hasil dari pewarisan biologis.
• Sanderson membagi empat karakteristik utama kebudayaan
pertama, kebudayaan mendasarkan diri pada simbol. Simbol sangat esensial bagi kebudayaan, karena ia merupakan mekanisme yang diperlukan untuk menyimpan dan mentransmisikan sejumlah besar informasi yang membentuk kebudayaan. Kedua, kebudayaan itu dipelajari dan tidak tergantung kepada pewarisan biologis dalam transmisinya. Ketiga, kebudayaan adalah sistem yang dipikul bersama oleh anggota suatu masyarakat, yakni, ia merupakan representasi dari para anggota masyarakat yang dipandang secara kolektif daripada individual. Keempat, kebudayaan cenderung terintegrasi (2003: 44).

Ringkasan
Kebudayaan menjadi identitas bagi suatu bangsa manusia, hidup yang memolakan setiap sikap dan perbuatan berdasarkan nilai yang dihayati. Kebudayaan di satu pihak adalah ciptaan pribadi-pribadi manusia, namun juga merupakan ciptaan seluruh masyarakat, karena seseorang tidak mungkin menciptakan karya budayanya tanpa pengaruh dan pembentukan dari masyarakat, di mana dia dibesarkan.

Topik Diskusi
1. Bagaimana anda memandang kebudayaan yang ada di sekitar anda –dalam hubungan manusia yang ada dalam kebudayaan tersebut
2. Bagaimana teater menempatkan diri dalam kebudayaan
3. Bagaimana teater menjadi bagian penting dalam diri manusia dan kebudayaan




Sumber Bacaan:

• Koentjaraningrat, 1986, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru
• Poespowardojo., Soerjanto, 1993, Strategi Kebudayaan, suatu pendekatan Filosofis, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama dan Lembaga Pengkajian Strategi dan Pembangunan (LPSP)
• Sanderson., Stephen K, 2003, Makro Sosiologi, sebuah pendekatan terhadap Realitas Sosial (judul asli Macrosociology, HarperCollins Inc, penerjemah: Farid Wajidi dan S. Menno, pengantar Hotman M. Siahaan), Jakarta Utara: PT. RajaGrafindo Persada.
• S. Takdir Alisjahbana, 1986, Antropologi Baru, Nilai-nilai sebagai Tenaga Integrasi dalam Pribadi, Masyarakat, dan Kebudayaan, Jakarta: Universitas Nasional dan PT. Dian Rakyat

Kritik Drama-2

Perspektif Kritik dan Penafsiran/Interpretasi
serta Evaluasi (Menilai)

• Sejak 1920-an, tugas ilmu sastra pada umumnya sering dianggap sebagai menafsirkan dan menilai (evaluasi) setiap karya sastra.
• Eropa Timur –khususnya, formalisme dan strukturalisme mencurahkan perhatian pada sifat-sifat umum sastra. Eropa Barat –kemudian Amerika Serikat menekuni analisa, tafsiran dan evaluasi setiap karya sastra. Pendekatan ini di sebut ergosentrik, sering pula di sebut criticism. Data biografik dan historik dikesampingkan.
• Kemudian muncullah aliran New Criticism dan Nouvelle Critique, serta beberapa kelompok dalam majalah Merlyn (Belanda). Di Indonesia, era 1980-an muncul kelompok Sawo Manila (Univ. Nasional Jakarta), Forum Indonesia Kecil, dll.
• New Criticism (1930-an-1950-an): (1) semula melawan pendekatan sastra historik dan biografik serta kritik impresionistik; (2) menuduh ilmu pengetahuan dan teknologi menghilangkan nilai kemanusiaan; (3) Tugas kritik adalah "memperlihatkan dan memelihara pengetahuan yang khas, unik, dan lengkap seperti yang ditawarkan kepada kita dalam sastra agung"; (4) analisa susunan dan organisasi sebuah karya sastra sangat penting untuk mengetahui makna/arti yang terkandung dalam karya tersebut; (5) gemar meneliti puisi –juga drama, para penyair dan dramawan dari berbagai zaman yang di susun secara paradoksal –atau ironi, itulah karya yang baik, namun menimbulkan kekurangan jelasan dan kekurangan tajaman dalam memandang aspek lain dalam sastra.
• Majalah Merlyn (nama seorang resi dari legenda Raja Arthur), terbit 1962-1966: (1) menafsirkan puisi dan novel Belanda secara ergosentrik –otonomi karya sastra; (2) yang penting situasi membaca, bukan menulis (efek sebuah karya sastra ditentukan oleh apa yang dapat diperbuat seorang pembaca dengan teks itu); (3) sasaran seorang kritikus adalah analisa kesasteraan, analisa struktural: "cara yang unik segala aspek bentuk dan isi kait-mengkait"
• Nouvelle Critique (Prancis 1960-an): (1) memperhatikan struktur-struktur, juga menamakan diri mereka strukturalistik; (2) membenci kritik sastra dan penulisan sejarah sastra seperti yang diajarkan di universitas-universitas, karena hanya "membuat ikhtisar-ikhtisar kemudian melakukan penilaian" (Roland Barthes); (3) sebuah karya sastra dapat ditafsirkan secara tuntas dan arti yang sesungguhnya dapat diungkapkan; (4) seorang kritikus merupakan "subjek" yang menambah nilai-nilainya sendiri sambil membaca karya sastra tertentu (Roland Barthes); (5) sebuah karya sastra bersifat ambigu, terbuka bagi penafsiran kedua dan berikutnya (connotations); (6) berjasa karena mereka telah menelanjangi subjektivitas seorang kritikus, mereka memperlihatkan bahwa sebuah penafsiran juga tergantung pada pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengenai teks yang bersangkutan.
• Poststrukturalisme atau Dekonstruksi, sekelompok kritikus di Universitas Yale (dari teks ke pembaca/ mendekonstruksi teks dan merekonstruksi teks baru): (1) menolak teks mencerminkan kenyataan, tapi teks membangun kenyataan; (2) seorang kritikus tak dapat secara polos menentukan arti sebuah teks. Sebuah teks merupakan tenunan yang tersusun dari berbagai utas benang. Seorang kritikus tidak menunjukkan jalan keluar, tapi mengantarkan kita ke dalam perut bumi, sehingga kita tidak tahu lagi jalan keluarnya; (3) kritik sastra merupakan sebuah mata rantai dalam suatu rantai yang tak ada ujungnya; (4) gaya metafora yang dipakai kaum dekonstruksionisme dapat memencilkan kritik sastra ini.
• Resepsi (penerimaan): reaksi pihak pembaca terhadap sebuah teks –baik langsung maupun tak langsung. Penafsiran (interpretasi) bentuk khusus mengenai laporan penerimaan.
• 6 Jenis interpretasi: (1) bertolak dari pendapat bahwa teks itu sendiri sudah jelas; (2) berusaha menyusun kembali arti historik; (3) Hermeneutik memadukan masa silam dan masa kini (Gadamer); (4) bertolak pada pandangan sendiri tentang sastra secara sadar (Marxis dan Feminis); (5) bertolak pada suatu problematik tertentu, misalnya, psikologi maupun sosiologi; (6) hanya menunjukkan kemungkinan-kemungkinan yang tercantum, sehingga pembaca sendiri dapat menafsikan (estetik-reseptif).
• Tugas paling penting dalam menengahi antara pengarang dan masyarakatnya terletak pada bagian kritik yang bersifat mewakili penengah yang profesional. Dia menyarankan penerima kesan artistik dengan apa yang merupakan dugaan, wewenang yang tidak mutlak tentang criteria, dan kualitas yang sangat berarti dimana dia mendekati objek pengalamannya.
• Agar supaya penggunaan kritik seni itu menjadikan seseorang haus akan pengetahuan sebagaimana muncul dalam pemikiran Baudelaire, yang menjabarkan tujuan mengamati pertunjukan Tannhauser dengan istilah berikut, “Kesukaan (volupte) saya yang sangat besar dan yang amat menakutkan bahwa saya dengan jelas menentukan alasan-alasan tentang suatu hal dan untuk memindahkan kesukaan saya ke dalam ilmu pengetahuan”. Arti dari pernyataan ini jelas bahwa ketika dia menyelesaikan rencananya, dia ingin untuk mengetahui lebih banyak bukan tentang karya seni tetapi tentang dirinya sendiri. Dan dia mengetahui lebih banyak tentang dirinya setelah dia memahami seniman dan karya terbaik yang ditampilkan senimannya.
• Kritik selalu tak lebih berarti daripada membuat orang sadar dan merumuskan perasaan, pikiran, dan gagasan yang kelihatan cepat berlalu pada penerima melalui pengalaman artistik dan yang tetap tak terucapkan dengan kata-kata.
• Tetapi analisa kritik sesungguhnya hanya memasuki unsur kenyataannya ketika kritik mulai untuk memperbaiki kedangkalan, kekaburan dan pemahaman yang tidak memadai dari suatu karya.
• Fungsi kritik disini dilakukan lebih sebagai upaya untuk memperbaiki interpretasi penciptaan artistik –yang menembus latar belakang ideologis dan masalah yang menentukan kehidupan—ketimbang dalam menyusun nilai penghakiman yang tepat dalam kualitas artistik mereka.
• Dalam abad ini, ketika banyak karya-karya seni yang terpenting, sangat kesulitan dan banyak yang salah dimengerti, interpretasi mereka semua lebih berkuasa ketika interpretasi informatif mencakup penilaian yang pantas; penilaian itu sendiri dengan lain perkataan hampir tanpa isi yang berarti. Kritikus seperti Winckelmann, Diderot, Lessing, Friedrich Schlegel, Coleridge, Matthew Arnold, Baudelaire, dan Paul Valery, merupakan orang yang pertamakali dan terkemuka, dan memposisikan dirinya bukan sebagai hakim seni, berlatar-kecenderungan dan menjadi bagian dalam membuka gerakan zaman baru di zaman mereka yang barangkali telah menjelaskan ketidaktahuan dan ketidakpahaman.
Ringkasan
• Kritik harus menjadi moderat atau tidak memihak
• Kritik Drama mampu merangsang pembaca drama maupun penonton teater untuk lebih memahami dirinya beserta karya drama yang dibaca dan karya teater yang disaksikannya, dan bukan justru melakukan penghakiman terhadap karya drama tersebut

Topik Diskusi
1. Bagaimana pendapat anda perbedaan pandangan kritik dari kalangan New Criticism, Merlyn, dan Nouvelle Critique?
2. Bila anda membaca sebuah karya drama, apakah yang menjadi ketertarikan anda pertamakali? Mengapa anda tertarik dengan hal itu?
3. Lakukanlah identifikasi terhadap ketertarikan anda terhadap suatu karya drama

Kritik Drama-1

Pengertian dan Perspektif Kritik Drama,
serta Ruang Lingkup Kritik Drama


• Kritik adalah suatu jembatan. Jembatan suatu karya seni, agar karya seni tersebut dapat sampai dan memenuhi ruang pemikiran masyarakat atau pembaca maupn penontonnya.
• Drama tidak pernah berawal dan berakhir kehidupannya di atas panggung. Drama dimulai dari pemikiran kreatornya, dan akhirnya mengendap dalam pikiran dan ingatan pembaca yang bisa pula pada penonton teater.
• Drama memasuki pikiran dan ingatan kita melalui makna, efek yang ditimbulkannya, estetika, akal, dan melewati pertunjukan yang ditampilkannya dengan medium teater dan medium lainnya seperti televisi dan film.
• Pembaca maupun Penonton memiliki kebebasan dalam menentukan pemahaman yang dimilikinya, tanggapannya, melalui pengertian yang didapatkannya setelah membaca karya drama maupun menyaksikan pertunjukan teater.
• Pembaca drama maupun penonton teater adalah sebagai kritikus

Beberapa Perspektif Kritik
Hubungan Drama dengan Masyarakat
• Drama maupun Teater selalu dikaitkan dengan kebudayaannya
• Drama maupun Teater secara tematik menjadi arena perdebatan terhadap isu-isu yang tumbuh di masyarakat, seperti perselingkuhan, kemunafikan, homoseksual, pendidikan publik, pembunuhan karakter, pelacuran, korupsi, kesewenangan kekuasaan, ketidakadilan, dan sebagainya.
• Semua isu yang dihadirkan tersebut bukan untuk dogma tetapi untuk “makanan bagi pikiran”, dan untuk teater-teater besar tidak ada hubungan dengan propaganda.
• Penulis drama memfokuskan diri pada perdebatan publik, merangsang dialog, mengalihkan perhatian publik dan mengarahkannya pada ketidakadilan sosial, ketidakstabilan, dan ketidakteraturan.
• Teater berpeluang melakukan konfrontasi terhadap isu sosial dan membawanya dengan sangat baik kepada penonton, agar penonton dapat memikirkan dan merasakan berkenaan dengan isu yang ditampilkannya
Hubungan Drama dengan Individu
• Drama dan Teater juga suatu seni yang sangat personal atau pribadi, karena memiliki keunikan tersendiri dalam penerimaan maupun eksplorasinya

Hubungan Drama dengan Seni
• Teater dapat dikatakan merupakan suatu kesenian yang berbeda bentuknya dengan seni lainnya

Hubungan Drama dengan Hiburan
• Bagaimanapun juga, teater dapat pula dipandang sebagai suatu hiburan. Banyak teater besar yang tampil untuk suatu kesenangan.

Ringkasan
• Kritik merupakan suatu jembatan. Agar karya Drama maupun Teater dapat sampai ke publiknya dengan berbagai perspektif pemikiran, maka Kritik sangat diperlukan
• Kritik Drama dapat dimulai dengan melakukan pembahasan terhadap karya drama tersebut. Selanjutnya, pembahasan terjadi pada saat drama tersebut dipertunjukkan dalam bentuk Teater.
• Terdapat beberapa aspek hubungan drama dan teater yang dapat memperlihatkan, bahwa hubungan tersebut mengikat suatu pemahaman terhadap kelahiran kritik drama. Aspek-aspek tersebut antara lain, hubungan drama dengan masyarakat; hubungan drama dengan individu, hubungan drama dengan kesenian, dan hubungan drama dengan dunia hiburan.
• Kritik Seni adalah uraian, penafsiran, dan penentuan nilai terhadap karya seni. Kritik drama bertalian dengan analisis dan penentuan nilai terhadap semua segi dalam drama. Sedangkan pengertian kritik drama dalam bentuk tulisan ialah menguraikan aspek drama dalam pertunjukan teater

Topik Diskusi
1. Apakah yang anda pahami dengan kritik? Dan, apakah anda memandang bahwa kritik drama tersebut perlu dilakukan? Jelaskanlah jawaban anda
2. Sebutkan beberapa fungsi suatu kritik drama dalam pertumbuhan drama tersebut
3. Bagaimana membedakan antara kritik drama dan teater, maupun dengan kritik seni lainnya

Antropologi Teater-1

Pengertian dan perkembangan
studi Antropologi, serta ruang lingkup studi Antropologi Teater

• Sejak permulaan abad 15 dan 16, bangsa-bangsa pribumi Afrika, Asia dan Amerika mulai didatangi bangsa Eropa Barat, selama sekitar 4 abad. Mereka melakukan pencatatan hingga menulis buku tentang kisah perjalanannya berupa keadaan alam, adat istiadat, susunan masyarakat, bahasa dan ciri-ciri fisik dari beraneka ragam bangsa-bangsa. Deskripsi tersebut masih kabur. Inilah fase pertama kelahiran Antropologi
• Fase kedua (sekitar abad 19), Mulai muncul catatan etnografi berdasarkan cara berpikir evolusi masyarakat
• Fase ketiga (permulaan abad 20), menjadi ilmu yang praktis dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa guna kepentingan pemerintah kolonial dan guna mendapat suatu pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks
• Fase Keempat (sesudah 1930), berkembangnya pengetahuan dan metode-metode ilmiah. Terdapat dua perubahan, yakni (1) munculnya antipati terhadap kolonialisme sesudah Perang Dunia II; (2) hilangnya masyarakat primitif.
• Pada fase keempat ini dipahami tujuan akademis Antropologi, yakni mencapai pengertian tentang makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna bentuk fisiknya, masyarakat, serta kebudayaannya. Tujuan praktisnya adalah mempelajari manusia dalam aneka warna masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa itu.
• Lima bagian kajian Antropologi: (1) masalah sejarah asal dan perkembangan manusia (atau evolusinya) secara biologis); (2) sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia, dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya; (3) sejarah asal, perkembangan, dan penyebaran aneka warna bahasa yang diucapkan manusia di seluruh dunia; (4) perkembangan, penyebaran, dan terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di seluruh dunia; (5) mengenai azas-azas dari kebudayaan manusia dalam kehidupan masyarakat dari semua suku bangsa yang tersebar di seluruh muka bumi masa kini

Ringkasan
 Disiplin Antropologi menjadi bagian penting dalam teater, karena teater mengungkapkan khazanah kemanusian yang paling dalam –di samping khazanah sosial. Problematika kemanusian yang dikombinasikan dengan realitas kebudayaan manusia merupakan suatu fakta konkrit teater dalam menyatakan kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh manusia sebagai makhluk paling mulia di muka bumi

Topik Diskusi
 Coba jelaskan, apa yang anda pahami tentang Antropologi, lalu bagaimana teater menjadi bagian penting dalam Antropologi
 Bagaimana pendapat anda tentang Antropologi Teater masa lalu dan masa kini
 Apa yang dapat anda katakan tentang hubungan teater dan manusia dalam konteks Antropologi

Rabu, 22 Oktober 2008

Sosialisasi Buku Teks Pelajaran

Pusat Perbukuan Depdiknas RI, Badan Standar Nasional Pendidikan dan para pengembang buku teks pelajaran Penjaskes, TIK, dan Seni segera melakukan Sosialisasi Penulisan Buku Teks Pelajaran di beberapa Kota, Yakni Makassar, Medan, Denpasar, Padang, Yogyakarta. Informasi selanjutnya dapat dibaca besok. (autar)

Minggu, 19 Oktober 2008

Catatan Minggu-1/STOP BULLYING

Hari ini, puluhan pelajar di Jawa Timur mengekspresikan dirinya melalui poster, foto, puisi dan musik yang berkenaan dengan kekerasan di sekolah. Sungguh, suatu peristiwa yang jarang terjadi. Para siswa diberi kebebasan untuk menyatakan pengalaman, pemikiran dan pendapat mereka tentang kemungkinan adanya kekerasan di sekolah. Barangkali, diantara kita merasakah bahwa kekerasan di sekolah tidaklah merupakan persoalan yang penting. Karena, disadari pula bahwa tindakan apapun di sekolah merupakan konsekuensi dari proses belajar mengajar.
Namun demikian, bisa pula kita terperangah, bahwa kekerasan di sekolah sudah menjadi "tradisi" dan kebiasaan yang bukan lagi "barang aneh". Mengapa? Penerapan disiplin di sekolah dengan segala aturannya merupakan konsekuensi bagi warga sekolah yang harus diikuti. Karena dia merupakan disiplin dan penerapan disiplin, maka apapun boleh dilakukan para pengelola sekolah. Misalnya, menjemur siswa di tengah lapangan yang panas terik, menyuruh siswa berdiri satu kaki di depan kelas sementara pembelajaran terus dilakukan, menjewer, menampar, menendang dan sejenisnya pada para siswa yang tidak memenuhi aturan dan disiplin.
Sekilas, penerapan aturan dan disiplin bisa dipandang suatu tanggungjawab sekolah. Tetapi, didalamnya tersembunyi ketidaksadaran bahwa para siswa yang manusia "kecil" itu mengalami berbagai gangguan yang dapat merusak masa depan mereka. Kepribadian yang tertekan, jiwa yang terhambat pertumbuhannya, sakit hati sehingga melahirkan dendam, bukan merupakan pintu gerbang yang dinamis bagi masa depan siswa. Memang, tidak semua siswa memiliki kemampuan melakukan respon positif terhadap langkah-langkah pembelajaran. Namun demikian, semua siswa memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri, jika mereka diberi kesempatan dan secara bertahap dapat dilakukan sesuai dengan kapasitasnya. Kita --bagaimanapun juga, harus menyadari adanya perbedaan kapasitas dari masing-masing siswa. Untuk itu, perlakuan terhadap mereka juga berbeda.
Mari kita renungkan...
Autar

Jumat, 17 Oktober 2008

Kepada Kawan-kawan

Ini Rumah Bebas bagi siapa saja, dan bicara "apa saja". Bisa Puisi, Cerpen, Novel, Kritik Sastra, Seni dan lain sebagainya. Bisa unek-unek. Bisa agenda kegiatan. Mengapa? Karena kita jarang bisa ketemu --face to face. Kita bisa saling mengangeni satu sama lain. Mengingatkan satu sama lain. Memberikan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.
Ruang ini juga dimanfaatkan mahaasiswa Sendratasik untuk menuliskan tugas-tugas perkuliahan mereka atau melakukan kuliah jarak jauh. Selamat Datang...(Autar)

Sehari bersama Jose Rizal Manua

Teater Sendratasik Unesa menggelar dialog bersama Jose Rizal Manua (Aktor dan Sutradara), pada Kamis, 6 November 2008, mulai pukul 10.00-15.00 di Gedung Pertunjukan Sawunggaling FBS Universitas Negeri Surabaya, kampus Unesa Lidah Wetan. (Autar)

Pentas Teater di Jember

Teater Sendratasik UNESA akan melakukan pentas teater dengan judul "Prodo Imitatio" karya Arthur S. Nalan. Sutradara dan Aktor: Ahmad Hamzah Fansuri Basar (mahasiswa tingkat akhir jurusan Sendratasik/Seni Drama Tari dan Musik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya). Ahmad Hamzah Fansuri Basar adalah juara Monolog mahasiswa tingkat nasional di Jambi 2008. Pentas ini akan dilasanakan di Komunitas Sanggar Bermain (KSB) Jember, 9 November 2008, pkl. 20.00 WIB. (Autar)

TEATER MEDIA MEMBACA DIRI

Teater bukan sekedar "beraksi" di atas panggung tontonan. Teater juga media membaca diri. Kealpaan dan keengganan masyarakat kontemporer berada dalam teater, karena teater melulu membaca diri "orang lain". Membicarakan orang lain yang bukan dirinya. Dirinya tergadaikan oleh cerita-cerita semu tak bermakna. Sekali waktu bisa jadi. Tetapi, ketika menjadi kebiasaan, maka kebodohan menjelang. Manusia jatuh pingsan. Selamat mengikuti halaman ini. (Autar)